Pentingnya Motivasi Dalam Kehidupan
Motivasi hidup
Setiap orang pasti pernah mengalami
satu momen yang membuat dirinya terjatuh atau down secara mental. Banyak hal
yang mempengaruhi hal ini sehingga membuat banyak orang bingung dan tidak tahu
harus berbuat apa. Selain itu, di tambah dengan banyaknya masalah atau
tantangan yang di hadapi membuat diri menjadi kaku, tidak memiliki semangat
hidup dan loyo untuk menghadapi setiap hal dalam kehidupan. Dengan kehidupan
yang lebih baik akan membuat seseorang mampu menghadapi segala tantangan yang
akan membuat Anda mampu memotivasi diri menjadi pribadi yang lebih baik. Dengan
berfikir positif dan memiliki motivasi hidup akan membuat
Anda menjadi sosok seseorang yang berkeinginan untuk mendapatkan hasil
yang lebih baik dari sesuatu yang pernah Anda dapatkan.
Banyak cara dan hal yang dapat Anda
lakukan ketika Anda mendapatkan satu tantangan yang Anda rasa berat sehingga
Anda stress dan depresi. Namun, Anda tidak perlu khawatir dan bingung karena
dengan memiliki motivasi hidup yang benar akan membantu Anda memotivasi
diri sendiri untuk menjadi pribadi diri yang baru dan lebih baik dari
sebelumnya. Dengan menjadi pribadi yang baik akan membuat Anda mampu melakukan
segala kegiatan Anda saat berada di rumah, kantor, bersama teman, keluarga atau
dimanapun dapat berjalan dengan suasana yang menyenangkan.
Motivasi
dalam organisasi
Lima fungsi utama manajemen adalah
planning, organizing, staffing, leading, dan controlling. Pada pelaksanaannya,
setelah rencana dibuat (planning), organisasi dibentuk (organizing), dan
disusun personalianya (staffing), maka langkah berikutnya adalah
menugaskan/mengarahkan karyawan menuju ke arah tujuan yang telah ditentukan.
Fungsi pengarahan (leading) ini secara sederhana adalah membuat para karyawan
melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan dan harus mereka lakukan.
Memotivasi karyawan merupakan kegiatan kepemimpinan yang termasuk di dalam
fungsi ini. Kemampuan manajer untuk memotivasi karyawannya akan sangat
menentukan efektifitas manajer. Manajer harus dapat memotivasi para bawahannya
agar pelaksanaan kegiatan dan kepuasan kerja mereka meningkat.
Berbagai
istilah digunakan untuk menyebut kata ‘motivasi’ (motivation) atau motif,
antara lain kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish), dan dorongan
(drive). Dalam hal ini, akan digunakan istilah motivasi yang diartikan sebagai
keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk
melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
Motivasi
menunjuk kepada sebab, arah, dan persistensi perilaku. Kita bicara mengenai
penyebab suatu perilaku ketika kita bertanya tentang mengapa seseorang
melakukan sesuatu. Kita bicara mengenai arah perilaku seseorang ketika kita
menanyakan mengapa ia lakukan suatu hal tertentu yang mereka lakukan. Kita
bicara tentang persistensi ketika kita bertanya keheranan mengapa ia tetap
melakukan hal itu (Berry, 1997).
Suatu
organisme (manusia/hewan) yang dimotivasi akan terjun ke dalam suatu aktivitas
secara lebih giat dan lebih efisien daripada yang tanpa dimotivasi. Selain
menguatkan organisme itu, motivasi cenderung mengarahkan perilaku (orang yang
lapar dimotivasi untuk mencari makanan untuk dimakan; orang yang haus, untuk
minum; orang yang kesakitan, untuk melepaskan diri dari stimulus/rangsangan
yang menyakitkan (Atkinson, Atkinson, & Hilgard, 1983).
Sampai
pada abad 17 dan 18, para pakar filsafat masih berkeyakinan bahwa konsepsi
rasionalisme merupakan konsep satu-satunya yang dapat menerangkan
tindakan-tindakan yang dilakukan manusia. Konsep ini menerangkan bahwa manusia
adalah makhluk rasional dan intelek yang menentukan tujuan dan melakukan
tindakannya sendiri secara bebas berdasarkan nalar atau akalnya. Baik-buruknya
tindakan yang dilakukan oleh seseorang sangat tergantung dari tingkat
intelektual orang tersebut. Pada masa-masa berikutnya, muncul pandangan
mekanistik yang beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia timbul dari
adanya kekuatan internal dan eksternal, diluar kontrol manusia itu sendiri.
Hobbes (abad ke-17) mengemukakan doktrin hedonisme-nya yang menyatakan bahwa
apapun alasan yang diberikan oleh seseorang atas perilakunya, sebab-sebab
terpendam dari semua perilakunya itu adalah adanya kecenderungan untuk mencari
kesenangan dan menghindari kesusahan.
Teori
motivMotivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat
menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu
kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi
intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa
kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas
perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam
kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya
tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama
dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.
Dalam
konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk
memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:
(1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4)
ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan;
(5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang
hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi
atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap
terhadap sasaran kegiatan.
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. (disarikan dari berbagai sumber : Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167)1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. (disarikan dari berbagai sumber : Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167)1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan
yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang
diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai
kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi
kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia
itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia
berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang
unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan
tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik
pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia
dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan,
bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut
terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh
Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara
analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti
dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika
konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti
seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini
keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan
terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa
aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat
dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin
mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi
juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan
berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil
memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati
rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian
dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
1. Kebutuhan yang satu
saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
2. Pemuasaan berbagai
kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan
kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
3. Berbagai kebutuhan
tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi
dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan
itu.Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat
teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan
teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih
bersifat aplikatif..2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
Teori-Teori Motivasi
Secara garis
besar, teori motivasi dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu teori motivasi
dengan pendekatan isi/kepuasan (content theory), teori motivasi dengan
pendekatan proses (process theory) dan teori motivasi dengan pendekatan penguat
(reinforcement theory).Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi)
seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam
melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu
sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa kuat
motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku
yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan
lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik
tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan
dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks
studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk
memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:
1.
Durasi kegiatan
2.
Frekuensi kegiatan
3.
Persistensi pada kegiatan
4.
Ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi
rintangan dan
kesulitan;
5.
Devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan
6.
Tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan
7.
Tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan
yang dilakukan
8.
Arah sikap terhadap sasaran kegiatan
Untuk memahami
tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi,
antara lain :
· Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Kebutuhan dapat
didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara
satu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Apabila pegawai
kebutuhannya tidak terpenuhi maka pegawai tersebut akan menunjukkan perilaku
kecewa. Sebaliknya, jika kebutuhannya terpenuhi amak pegawai tersebut akan
memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai manifestasi dari rasa puasnya.
Kebutuhan
merupakan fundamen yang mendasari perilaku pegawai. Karena tidak mungkin
memahami perilaku tanpa mengerti kebutuhannya.
Abraham Maslow (Mangkunegara, 2005) mengemukakan bahwa hierarki kebutuhan
manusia adalah sebagai berikut :
1.
Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik,
bernapas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau
disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar
2.
Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan diri dari ancaman,
bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup
3.
Kebutuhan untuk rasa memiliki (sosial), yaitu kebutuhan untuk diterima oleh
kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta
dicintai
4.
Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh
orang lain
5.
Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan
kemampuan, skill dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan
ide-ide, gagasan dan kritik terhadap sesuatu
· Teori Keadilan
Keadilan
merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang, jadi
perusahaan harus bertindak adil terhadap setiap karyawannya. Penilaian dan
pengakuan mengenai perilaku karyawan harus dilakukan secara obyektif. Teori ini
melihat perbandingan seseorang dengan orang lain sebagai referensi berdasarkan
input dan juga hasil atau kontribusi masing-masing karyawan (Robbins, 2007).
· Teori X dan Y
Douglas
McGregor mengemukakan pandangan nyata mengenai manusia. Pandangan pertama pada
dasarnya negative disebut teori X, dan yang kedua pada dasarnya positif disebut
teori Y (Robbins, 2007).
McGregor
menyimpulkan bahwa pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan
atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk
perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
· Teori dua Faktor Herzberg
Teori ini
dikemukakan oleh Frederick Herzberg dengan asumsi bahwa hubungan seorang
individu dengan pekerjaan adalah mendasar dan bahwa sikap individu terhadap
pekerjaan bias sangat baik menentukan keberhasilan atau kegagalan. (Robbins,
2007).
Herzberg memandang
bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan bawa
ketidakpuasan kerja berasal dari ketidakberadaan faktor-faktor
ekstrinsik. Faktor-faktor ekstrinsik (konteks pekerjaan) meliputi :
1.
Upah
2.
Kondisi kerja
3.
Keamanan kerja
4.
Status
5.
Prosedur perusahaan
6.
Mutu penyeliaan
7.
Mutu hubungan interpersonal antar sesama rekan kerja, atasan, dan bawahan
Keberadaan
kondisi-kondisi ini terhadap kepuasan karyawan tidak selalu memotivasi mereka.
Tetapi ketidakberadaannya menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan, karena
mereka perlu mempertahankan setidaknya suatu tingkat ”tidak ada kepuasan”,
kondisi ekstrinsik disebut ketidakpuasan,atau faktor hygiene. Faktor Intrinsik
meliputi :
1.
Pencapaian prestasi
2.
Pengakuan
3.
Tanggung Jawab
4.
Kemajuan
5.
Pekerjaan itu sendiri
6.
Kemungkinan berkembang.
Tidak adanya
kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas. Tetapi
jika ada, akan membentuk motivasi yang kuat yang menghasilkan prestasi kerja
yang baik. Oleh karena itu, faktor ekstrinsik tersebut disebut sebagai pemuas
atau motivator.
·
Teori Kebutuhan McClelland
Teori kebutuhan McClelland dikemukakan oleh David McClelland dan kawan-kawannya. Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu (Robbins, 2007) :
a.
Kebutuhan pencapaian (need for achievement) : Dorongan untuk berprestasi dan
mengungguli, mencapai standar-standar, dan berusaha keras untuk berhasil.
b.
Kebutuhan akan kekuatan (need for pewer) : kebutuhan untuk membuat orang lain
berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
c.
Kebutuhan hubungan (need for affiliation) : Hasrat untuk hubungan antar pribadi
yang ramah dan akrab.
Apa yang
tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu
. Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor
internal adalah :
a.
Persepsi seseorang mengenai diri sendiri
b.
Harga diri
c.
Harapan pribadi
d.
Kebutuhaan
e.
Keinginan
f.
Kepuasan kerja
g.
Prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan
faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah :
a.
Jenis dan sifat pekerjaan
b.
Kelompok kerja dimana seseorang bergabung
c.
Organisasi tempat bekerja
d.
Situasi lingkungan pada umumnya
e.
Sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
TEORI-TEORI ISI
Memusatkan pada penyebab perilaku terjadi dan berhenti yang terpusat pada kebutuhan, motif yang mendorong, menekan, memacu dan menguatkan karyawan melakukan kegiatan, juga berhubungan dengan faktor-faktor eksternal yang berupa insentif yang menyarankan, mendorong, menyebabkan dan mempengaruhi untuk melaksanakan suatu kegiatan. Penekanannya pada pengertian faktor-faktor internal dan kebutuhan. Ada tiga macam teori yang dipakai dalam teori isi, antara lain :
Memusatkan pada penyebab perilaku terjadi dan berhenti yang terpusat pada kebutuhan, motif yang mendorong, menekan, memacu dan menguatkan karyawan melakukan kegiatan, juga berhubungan dengan faktor-faktor eksternal yang berupa insentif yang menyarankan, mendorong, menyebabkan dan mempengaruhi untuk melaksanakan suatu kegiatan. Penekanannya pada pengertian faktor-faktor internal dan kebutuhan. Ada tiga macam teori yang dipakai dalam teori isi, antara lain :
1. Hirarki kebutuhan Maslow
Menekankan pada kebutuhan manusia yang tersusun dalam bentuk hirarki kebutuhan dari yang terendah sampai yang tertinggi serta kebutuhan yang telah terpuaskan berhenti menjadi motivator utama dari perilaku. Ada lima jenjang kebutuhan dalam hirarki kebutuhan Maslow, yaitu :
o Kebutuhan aktualisasi diri dan pemenuhan diri (self-actualization needs)
o Kebutuhan harga diri (esteem needs)
o Kebutuhan sosial (social needs)
o Kebutuhan keamanan dan rasa aman (safety and security needs)
o Kebutuhan fisiologis (phisiological needs)
2. Teori motivasi pemeliharaan Herzberg / teori motivasi higienis
Umumnya karyawan baru memusatkan perhatiannya pada pemuasan tingkat kebutuhan lebih rendah dalam pekerjaan pertama mereka, terutama rasa aman, bila telah terpuaskan akan memenuhi tingkat yang lebih tinggi, seperti kebutuhan inisiatif, kreatifitas dan tanggung jawab.
Ada dua kelompok faktor yang mempengaruhi kerja seseorang dalam organisasi, yaitu kepuasan kerja (job satisfaction) yang mempunyai pengaruh pendorong prestasi dan semangat kerja serta ketidak puasan kerja (job dissatisfaction) yang pengaruhnya negatif. Disini dibedakan antara motivator dan faktor-faktor pemeliharaan (higienic factors = dissatisfiers). Motivator mempunyai pengaruh meningkatkan prestasi atau kepuasan kerja, sedang faktor pemeliharaan mencegah merosotnya semangat kerja. Faktor-faktor dalam teori motivasi pemeliharaan meliputi :
o Pekerjaan yang kreatif dan menantang
o Prestasi
o Penghargaan
o Tanggungjawab
o Kemungkinan meningkat
o Kemajuan
3. Teori Prestasi
Ada korelasi positif antar kebutuhan berprestasi dengan prestasi dan sukses pelaksanaan. McClelland mengemukakan bahwa usahawan, ilmuwan dan profesional mempunyai tingkat motivasi prestasi diatas rata-rata. Orang yang berorientasi prestasi mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang dapat dikembangkan, yaitu :
o Menyukai pengambilan resiko yang layak sebagai fungsi keterampilan, menyukai tantangan dan menginginkan tanggung jawab pribadi untuk hasil yang dicapai.
o Punya kecenderungan untuk menetapkan tujuan-tujuan prestasi yang layak dan menghadapi resiko yang sudah diperhitungkan.
o Mempunyai kebutuhan yang kuat akan umpan balik tentang apa yang telah dikerjakan.
o Punya keterampilan dalam perencanaan jangka panjang dan memiliki kemampuan organisasional.
Teori-Teori Proses
Teori-teori proses
berkenaan dengan bagaimana perilaku timbul dan dijalankan. Teori-teori proses
yang akan dibahas 1) teori pengharapan, 2) pembentukan perilaku, 3) teori
Porter –Lawler, dan 4) teori keadilan.
Teori
Pengharapan
Konsep ini berhubungan dengan motivasi, dimana individu diperkirakan akan
menjadi pelaksana dengan prestasi tinggi bila mereka melihat 1) suatu
kemungkinan (probabilitas) tinggi bahwa usaha-usaha mereka akan mengarah ke
prestasi tinggi, 2) suatu probabilitas tinggi bahwa prestasi tinggi akan
mengarah ke hasil-hasil yang menguntungkan, dan 3) bahwa hasil-hasil tersebut
akan menjadi, pada keadaan keseimbangan, penarik efektif bagi mereka.
Teoeri pengharapan menyatakan bahwa perilaku kerja karyawan dapat dijelaskan
dengan kenyataan : para karyawan menentukan terlebih dahulu apa perilaku mereka
yang dapat dijalankan dan nilai yang diperkirakan sebagai hasil-hasil
alternative dari perilakunya.
Menurut Victor Vroom, dikenal dengan teori nilai – pengharapan Vroom, orang
dimotivasi untuk bekerja bila mereka (1) mengharapkan usaha-usaha yang
ditingkatkan akan mengarahkan ke balas jasa tertentu, dan (2) menilai balas
jasa sebagai hasil dari usaha-usaha mereka.
Pembentukan
Perilaku
B.F. Skinner mengemukakan pendekatan lain terhadap motivasi yang mempengaruhi
dan merubah perilaku kerja yaitu teori pembentukan perilaku (operant
conditioning) atau sering disebut dengan istilah-istilah lain seperti behavior
modification, positive deforecement, dan Skinnerian conditioning.
Pendekatan ini didasarkan terutama atas hokum pengaruh (law of effect), yang
menyatakan bahwa perilaku yang diikuti dengan konsekuensi-konsekuensi pemuasan
cenderung diulang, sedangkan perilaku yang diikuti konsekuensi-konsekuensi
hukuman cenderung tidak diulang.
Jadi, perilaku (tanggapan) individu terhadap suatu situasi atau kejadian
(stimulus) adalah penyebab konsekuensi tertentu.
Ada empat teknik yang dapat digunakan manajer utnuk mengubah perilaku bawahan :
1.
Penguatan positif, bisa penguat primer seperti minuman atau makanan yang
memuaskan kebutuha-kebutuhan biologis, ataupun penguat sekunder seperti
penghargaan berwujud hadiah, promosi dan uang.
2.
Penguatan negatif, dimana individu akan mempelajari perilaku yang membawa
konsekuensi tidak menyenangkan dan kemudian menghindari perilaku tersebut di
masa mendatang (avoidance learning).
3.
Pemadaman, dilakukan dengan peniadaaan penguatan.
4.
Hukuman, melalui mana manajer mencoba untuk mengubah perilaku bawahan yang
tidak tepat dengan pemberian konsekuensi-konsekuensi negatif.
W. Clay hammer telah
mengidentifikasikan 6 (enam) pedoman penggunaan teknik-teknik pembentukan
perilaku, atau disebut teori belajar (learning theory), yaitu :
1. Jangan
memberikan penghargaan yang sama kepada semua orang.
2.
Perhatikan bahwa kegagalan utnuk member tanggapan dapat juga mengubah perilaku.
3.
Beritahu karyawan tentang apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan
penghargaan.
4.
Beritahu karyawan tentang apa yang dilakukan secara salah.
5. Jangan
member hukuman di depan karyawan lain.
6.
Bertindak adil.
Teori
Porter – Lawler
Model Porter – Lawler adalah teori pengharapan dari motivasi dengan versi
orientasi mendatang, dan juga menekankan antisipasi tanggapan-tanggapan atau
hasil-hasil. Para manajer tergantung terutama pada pengharapan di masa yang
akan dating, dan bukan pengalaman masa lalu.
Model pengharapan ini menyajikan sejumlah implikasi bagi manajer tentang
seharusnya memotivasi bawahan dan juga implikasi bagi organisasi. Seperti yang
diutarakan oleh Nadler dan Lawler, implikasi-implikasi model tertentu bagi
manajer mencakup :
1.
Pemberian penghargaan yang sesuai dengan kebutuhan bawahan.
2.
Penentuan prestasi yang diinginkan.
3.
Pembuatan tingkat prestasi yang dapat dicapai.
4.
Penghubungan penghargaan dengan prestasi.
5.
Penganalisaan faktor-faktor apa yang bersifat berlawanan dengan efektifitas
penghargaan.
6.
Penentuan penghargaan yang mencukupi atau memadai.
Sedangkan implikasi-implikasi bagi
organisasi adalah meliputi :
1. Sistem
penghargaan organisasi harus dirancang untuk memotivasi perilaku yang
beringinkan.
2.
Pekerjaan itu sendiri dapat dibuat sebagai pemberian penghargaan secara
intrinsic.
3. Atasan
langsung mempunyai peranan penting dalam proses memotivasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar